Senin, Februari 11, 2008

ESQ Tembus Tujuh Negara Bagian AS

Perjuangan luar biasa dilakukan oleh ESQ Leadership Centre di awal tahun. Rabu, 2 Januari, saat sang fajar baru berumur 48 jam di tahun 2008, Ary Ginanjar beserta tim melakukan perjalanan tak mudah ke Amerika Serikat, ketika suhu mencapai minus empat derajat Celcius. Di negeri yang menjadi kiblat ilmu pengetahuan dan teknologi itu, Ary memberikan seminar ESQ di tujuh kota: Washington DC, New York, Chicago, Houston, Seattle, San Fransisco dan Los Angeles, pada 2-15 Januari.

Ini adalah kali pertama ESQ menjejakkan kakinya di Negeri Paman Sam. Sebelumnya, dalam usaha menyebarkan ESQ ke seluruh dunia, telah dilakukan pelatihan dan seminar ESQ di berbagai belahan dunia. Di Asia Tenggara, berlangsung training ESQ di Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Di Eropa, pelatihan ESQ dilaksanakan di Belanda, sedangkan seminarnya diselenggarakan di Paris dan Hannover, Jerman, serta di Oxford, Inggris. Di Timur Tengah, seminar ESQ dilakukan di Arab Saudi dan Mesir.

Secara maraton dan tak kenal lelah, Tim ESQ memaparkan ESQ di hadapan Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di AS. Betapa tidak, selain harus melawan dinginnya udara yang menusuk tulang, rombongan hampir tak pernah istirahat.

Ary, yang didampingi Tim ESQ: Ridwan Mukri, Aminul Rachman Pulungan, Agus Sofyan dan Tim Forum Komunikasi Alumni (FKA) ESQ: Djoni Rosadi, Syaharani Budi dan Sucipto, setibanya di Los Angeles harus segera terbang ke Washington DC. Di ibu kota AS itu, Tim ESQ masih mengalami jetlag, namun, “Saya langsung mengisi seminar,” tutur A ry.

Kondisi serupa terus berulang sesampainya di enam kota lainnya. Penemu ESQ Model itu tak punya waktu untuk beristirahat. Peserta seminar, yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI), telah menunggunya.

Antusiasme tinggi memang diberikan oleh mereka. Di Washington DC, seminar ESQ berlangsung di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), diikuti sekitar 500 orang. Itu merupakan jumlah terbesar sepanjang sejarah pelaksanaan acara di KBRI. Di New York, seminar yang dilaksanakan 5 Januari,diikuti 400 peserta, yang memadati Masjid Al Hikmah. Di Chicago ( 6 Januari), dihadiri 300 orang; di Houston (7-8 Januari) diikuti 200 WNI; 80 orang di Seattle (9-10 Januari); di San Fransisco (12 Januari) dipenuhi 200 peserta; dan di Los Angeles (13 Januari) dipadati 200 orang.

Saat di Seattle, Ary Ginanjar sempat bertandang ke pabrik pesawat Boeing yang menghasilkan 1.000 pesawat dalam setahun atau 3 unit sehari. Ary juga mengunjungi Microsoft. Pimpinan ESQ Leadership Center itu, berdialog dengan WNI yang bekerja di perusahaan milik Bill Gates, orang terkaya di dunia. Selain itu, Ary juga mendatangi lembaga yang jadi lambang kemajuan teknologi AS, NASA.

“Sebuah kesempatan sangat berharga bagi kami, khususnya saya, karena dapat mengikuti seminar ESQ,” kata Direktur PT Dirgantara Indonesia, dulu IPTN, di Seattle, Gawtama Indra Jaya. Meskipun ia tinggal jauh di negeri orang,”Gema ESQ bisa saya rasakan di sini,” katanya.

Adrun, yang juga mengikuti seminar ESQ di Seattle, optimistis dengan apa yang disampaikan Ary Ginanjar. “Pelatihan ESQ bisa berdampak positif. Mudah-mudahan bangsa Indonesia bisa berubah,” katanya.

Di tujuh kota yang disinggahi, seminar ESQ dibagi ke dalam dua kelompok: dewasa dan remaja.”Banyak yang tak sabar menunggu training ESQ,” ujar Ridwan Mukri, yang juga trainer ESQ.

Ketaksabaran itu terlihat saat mereka mengikuti dengan khidmat paparan ESQ.”Mereka banyak yang menangis, ESQ sangat menggugah hati,” kata Dharma G. Pohan, ketua panitia di Houston.

Menurut Ary, WNI yang tinggal di sana memiliki kehidupan dunia yang relatif lebih baik dibandingkan masyarakat di Tanah Air. Namun, jika melihat tingginya antusiasme mereka, Ary yakin. ”Mereka haus secara spiritual.Mereka butuh sesuatu yang tak hanya sekadar kebahagiaan fisik seperti yang diberikan AS.”

Secara umum, Ary melanjutkan, kondisi itulah yang sedang melanda masyarakat di AS. Di sana, ada istilah yang dikenal dengan “California Dream,” yakni dijadikannya California sebagai tempat impian warga AS. Maklum, di California, segala simbol kebahagian dunia hadir: Beverly Hills, Las Vegas, Disneyland, dan Hollywood.

Selain itu, ada Golden Gate, jembatan kebanggaan warga AS di San Francisco.

Ironisnya, selain menjadi kebanggaan, jembatan dengan panjang 2 km itu, justru menjadi tempat ribuan warga AS melakukan aksi bunuh diri. Tak heran, jika di tempat itu, disediakan fasilitas telepon oleh pemerintah setempat, sebagai tempat konsultasi bagi mereka sebelum bunuh diri.

“Ini merupakan bukti nyata bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, jika tak diiringi dengan kecerdasan spiritual, akan membuat seseorang atau sebuah bangsa menjadi hampa,” kata Ary, yang baru saja menerima anugerah Doktor Honoris Causa Bidang Pendidikan Karakter dari Universitas Negeri Yogyakarta. Agar tidak mengalami “kekeringan” seperti itu, bangsa Indonesia harus membangun spiritualitasnya, supaya tak hanya mengalami kebahagiaan lahir, tapi juga batin.

Tidak ada komentar: